Daratan-Kepulauan, Kepulauan-DaratanSebuah Konvensi Tak Terbantahkan

Politik220 Dilihat

Daratan-Kepulauan, Kepulauan-Daratan
Sebuah Konvensi Tak Terbantahkan

Secara geografis, jazirah Sulawesi Tenggara terdiri dari dua bagian besar yaitu wilayah Kepulauan dan Daratan. Wilayah Kepulauan sering diidentikkan dengan Buton dan Muna. Sedangkan daratan identik dengan wilayah yang membentang dari perbatasan Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tenggara di kabupaten Kolaka Utara sampai Kabupatem Bombana.

Kedua wilayah inilah yang menjadikan Sulawesi Tenggara kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Wilayah daratan yang mahsyur dengan kekayaan alam berupa biji nikel dan hasil pertanian serta perkebunan melimpah. Sedangkan wilayah kepulauan dengan kekayaan alam berupa aspal Buton dan hasil laut yang juga sangat berlimpah.

Yang menarik adalah, munculnya kesepakatan tidak tertulis di dunia politik, khususnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Ada fenomena menarik yang selalu muncul setiap kali perhelatan Pilkada Gubernur dan wakil gubernur. Kesepakatan tidak tertulis atau dikenal dengan Konvensi ini adalah, kombinasi antara Daratan dan kepulauan.

Sebelum era reformasi, kesepakatan ini masih kalah dengan kombinasi lain. Yaitu sipil dan ABRI, ABRI dan sipil. Di era kepemimpinan gubernur La Ode Kaimoeddin selama dua periode yaitu sejak 23 Desember tahun 1992 sampai 18 Januari 2003. Dua periode Kaimoeddin menjabat, dia didampingi dua jenderal sebagai wakil gubernur. Periode pertama wakilnya Brigjen Moehiddin sedangkan periode kedua wakil gubernurnya Brigjen Hoesein Effendy.

Setelah itu, kombinasi kepulauan dan daratan menjadi syarat utama (meskipun tidak tertulis tentunya). Intinya, jika seorang figur calon gubernur berasal dari wilayah daratan, maka dia akan mencari wakil dari wilayah kepulauan. Demikian pun sebaliknya figur calon gubernur dari wilayah kepulauan akan mengambil calon wakil dari daratan. Sebuah kombinasi yang tentu ideal dan melahirkan harmonisasi dalam eksistensi pembangunan Sultra.

Penulis tidak dalam kapasitas mendikotomikan antara figur kepulauan dan daratan, tetapi fakta empiris yang terjadi dalam beberapa Pilkada terakhir di Sultra menunjukkan trend seperti itu.

Contoh misalnya di tahun 2003 ketika Pemilihan Gubernur (Pilgub) masih dilakukan oleh anggota DPRD Sultra. Ketika itu, tiga calon yang tampil semuanya dari wilayah kepulauan. Ali Mazi yang merupakan representasi wilayah kepulauan berpasangan Yusran Silondae (daratan). Kemudian ada Prof Dr Djaali (kepulauan) yang juga berpasangan dengan Yusran Sliondae. Menariknya Yusran Silondae ketika itu, menjadi calon wakil untuk dua calon gubernur berbeda. Betapa kuatnya daya tarik sosok Yusran Silondae ketika itu. Dalam pemilihan yang dilaksanakan di gedung DPRD Sultra tersebut, Ali Mazi-Yusran terpilih.

Bergeser ke tahun 2007, dimana untuk pertamakalinya Pilkada dipilih langsung rakyat. Ada empat pasangan calon yang juga merepresentasikan kombinasi daratan-kepulauan dan kepulauan-daratan bertarung di Pilkada ini. Mereka adalah, pasangan Ali Mazi (Kepulauan) sebagai calon petahana menggandeng Abdul Samad (ketua DPRD Konawe). Kemudian duet Nur Alam (daratan) berpasangan Saleh Lasata (kepulauan). Ada pula Masyhur Masie Abunawas (daratan) berpasangan Ashari (kepulauan) serta Mahmud Hamundu (kepulauan) berpasangan Yusran Silondae (daratan). Pilkada kali ini dimenangkan duet Nur Alam-Saleh Lasata.

Tahun 2012 Pilkada kembali digelar yang diikuti 3 pasangan calon. Nur Alam-Saleh Lasata sebagai pasangan petahana mendapat tantangan dari Buhari Matta (daratan)-Amirul Tamim (kepulauan), serta Ridwan Bae (kepulauan) dan Haerul Saleh (daratan). Pasangan Nur Alam-Saleh Lasata kembali mencatatkan kemenangan dan melanjutkan masa jabatan untuk periode kedua.

Pilkada tahun 2018, muncul pasangan Asrun (daratan) berpasangan Hugua (kepulauan), kemudian pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas serta pasangan Rusda Mahmud-Syafei Kahar. Pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas mampu merebut suara terbanyak sekaligus melenggang ke kursi gubernur periode 2018-2023.

Tahun 2024 ini, Pilgub Sultra kembali dihelat. Beberapa figur kini muncul di permukaan. Menariknya, Pilgub kali ini tanpa petahana, sehingga semua calon punya peluang sama. Karena tak ada figur yang akan menggerakkan birokrat, memainkan anggaran serta curi star, semua dari nol.

Yang pasti, utak-atik tentang siapa berpasangan siapa masih terus jadi perbincangan di semua kalangan. Figur A berpasangan figur B, figur C berpasangan figur D. Semua jadi perbincangan hangat tidak hanya di kalangan elit, tetapi juga di kalangan akar rumput. Perbincangan di warung kopi serta grup online tidak jauh-jauh dari utak-atik seperti itu.

Satu lagi, kesepakatan bahwa figur kepulauan berpasangan figur daratan dan sebaliknya figur daratan dengan figur kepulauan tetap jadi syarat utama. Tidak ada satupun figur dari daratan yang mau dicalonkan sesama daratan. Demikian sebaliknya figur kepualauan tentu tidak akan mau berpasangan dengan sesama kepulauan. Atau adakah yang mau mendobrak kesepakatan tidak tertulis di Pilkada tahun ini? Menarik untuk kita tunggu.(hasanuddin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *