Gagal ke PON, Mampukah Sepakbola Sultra ke Liga 2

Olahraga235 Dilihat

Sultraindependen.com, Kendari – – Saya bingung entah dari mana memulai tulisan tentang sepakbola Sultra yang tahun ini kembali tidak ikut berpatisipasi dalam ajang Pra-PON. Sebuah ajang tertinggi bagi para pesepakbola amatir memperlihatkan kemampuan mereka di jenjang nasional. Sebuah ajang untuk mewujudkan asa berlaga di ajang multi-iven bergensi bernama PON. Yang semua atlet di daerah pastinya mengidamkan tampil membela daerahnya sembari menunjukkan kapasitas mereka untuk naik kelas ke jenjang profesional.

Alasan yang terungkap melalui berita-berita di media sosial adalah, pengurus PSSI Sultra tidak mempunyai cukup anggaran bertolak ke Gorontalo mengikuti kegiatan dimaksud. Apalagi suntikan dana dari Komite Olatraga Nasional Indonesia (KONI) Sultra, dianggap tidak mampu mengatasi semua kebutuhan tim yang akan berlaga. Korbannya, tentu saja pemain yang sudah merenda harapan untuk bisa membanggakan orangtua, sahabat, dan tentu saja daerahnya tampil di ajang Pra-PON.

Sangat disayangkan memang ini terjadi. Apalagi dalam catatan sejarah, sejak pertamakali Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama tahun 1948 di Solo digelar, Sulawesi Tenggara baru satu kali mencicipi manisnya lolos dan berlaga pada PON tahun 2012 di Pekanbaru Riau. Sebelum dan sesudahnya, belum lagi ada catatan manis yang patut dibanggakan.

Lolosnya Sultra pada PON tahun 2012 itu tentu tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan ekstra keras dengan berbagai kendala, bahkan dari internal PSSI sendiri. Tentu saja persoalan dana juga menjadi kendala. Tetapi sekali lagi, para pengurus PSSI Sultra di bawah pimpinan Sabaruddin Labamba ketika itu berjuang demi mencatatkan sejarah sepakbola Sultra lolos untuk pertamakalinya ke PON. Tetapi persoalan dana minim mampu diatasi dengan kemampuan lobi dan pendekatan ke berbagai pihak.

Dimulai dari melobi ketua PSSI Sulsel dan Sulba agar ajang Pra-PON digelar di Sultra. Juga meyakinkan Bupati Konawe Selatan Drs H Imran ketika itu, untuk membawa Pra-PON ke Sultra dan Konsel menjadi tuan rumah. Jadilah Konsel dan Sultra ketika itu menjadi tuan rumah. Dan hasilnya dapat ditebak, sepakbola Sultra mencatatkan sejarah lolos pertamakalinya ke PON.

Selesaikah masalah? Ternyata masalah yang dihadapi semakin besar. Bukan persoalan dana atau gangguan dari pihak luar. Tetapi gangguan justeru datang dari dalam tubuh PSSI sendiri ketika itu. Seperti kita mahfum bahwa di tahun-tahun tersebut PSSI Pusat sedang terjadi dualisme kepemimpinan yang berimbas juga di daerah termasuk Sultra. Bahkan di masa-masa persiapan TC, kontingen Sultra sempat ditolak oleh pihak KONI masuk pemusatan latihan karena adanya dualisme.

Perebutan dua kubu yang merasa sama-sama punya hak dan diakui PSSI Pusat untuk mewakili Sultra ketika itu bahkan sampai pada ajang pencabutan undian grup yang dilaksanakan di Pekanbaru Riau. Sekali, lagi kekuatan lobi dan keinginan kuat membawa Sultra ke ajang PON untuk pertamakalinya dilakukan Sabaruddin Labamba Cs.

Tarik menarik hingga ke Panitia Besar PON ketika itu begitu kuatnya. Dua tim sepakbola juga sudah bersiap. Tapi dualisme dan ketidakpastian itu berakhir ketika Dr Arsalim sebagai manajer kontingen sepakbola Sultra ketika itu disebut namanya untuk mencabut undian grup. Berliku, penuh pengorbanan dan emosi mewarnai bagaimana kita dapat meloloskan Sultra berlaga di PON. Itu pulalah untuk pertamakalinya hegemoni Sulsel yang selalu lolos PON terpatahkan. Sebuah prestasi yang semoga bisa terulang di masa depan.

Semangat dan niat kedua kubu pengurus sepakbola Sultra ketika itu memang sangat besar. Bahkan penulis mengalami sendiri ketika sedang mengikuti pencabutan undian grup, ternyata kamar hotel yang kami tempati menginap berhadapan langsung dengan kamar yang ditempati teman dari kubu lain. Ini menjadi sebuah catatan menggelikan dan tentu saja menunjukkan betapa bergairahnya para penggila sepakbola Sultra untuk memajukan prestasi daerah ini.

Kembali kepada kegagalan mengikuti Pra-PON tahun ini , tentu sangat kita sesalkan dan sayangkan. Tetapi apa mau dikata, sekali lagi Sultra tidak mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Padahal, jika dilihat kapasitas dari jajaran pengurus PSSI Sultra yang ada sekarang begitu sangat mentereng, dibandingkan tahun 2012 yang kebanyakan tidak memiliki kapasitas sementereng sekarang. Tentu bukanlah perkara sulit untuk sekedar membawa 30 orang pemain dan pelatih ke Gorontalo. Apalagi saat ini iklim investasi di Sultra mencapai titik keemasannya. Sehingga jika digarap sedemikian rupa, bukan sesuatu yang berar bagi para investor itu untuk sekedar urun rembug, menangani persoalan pendanaan. Tergantung bagaimana teman-teman di PSSI melakukan pendekatan. Untuk hal ini, teman-teman di PSSI pasti sudah khatam.

Namun demikian, tentu kita tidak ingin kegagalan kali ini diratapi berlama-lama. Masih banyak iven yang juga bergengsi menanti di depan mata. Liga 3, menjadi ajang lain yang juga tidak kalah menterengnya. Maksimalkan potensi dan perhatian untuk bisa naik level ke liga 2.


Karena lagi-lagi sejarah mencatat, level sepakbola Sultra baru satu kali mengalami peningkatan ke level yang lebih tinggi. Yaitu ketika Kendari Utama milik Habil Marati sukses menembus divisi I (ketika itu masih bernama Liga Indonesia) dengan urutan Divisi II, Divisi I dan Divisi Utama. Sebelum dan setelahnya, belum ada lagi klub yang mampu melakukan.

Kita tentu berharap dibawah kendali bapak Rektor UHO sebagai ketua PSSI Sultra saat ini ada salah satu sejarah yang bisa diulang atau diraih. Untuk lolos PON tentu sudah selesai karena Sultra absen pada babak Pra-PON. Tetapi satu lagi kesempatan mengulang sejarah yaitu lolos ke Liga 2. Saya yakin jika pak rektor didampingi pengurus yang juga mumpuni hal ini akan dapat diwujudkan. Bukankah begitu pak Rektor???

Hasanuddin. Jurnalis dan asisten manajer tim PON Sultra tahun 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *