Risal SH MH: Perlu Ada Pengkajian Ulang Penerapan Asas Dominus Litis Pada RUU KUHAP

Nasional515 Dilihat

Risal SH MH: Perlu Ada Pengkajian Ulang
Penerapan Asas Dominus Litis pada RUU KUHAP

Adanya asas dominus litis dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang memberikan kewenangan kepada Penuntut Umum untuk menentukan, apakah satu perkara pidana bisa lanjut ke pengadilan atau tidak, mendapat tanggapan dari salah seorang advokat di Sultra, Risal SH.,MH.

Kepada jurnalis sultraidependen.com, Risal SH.,MH., mengatakan, asas ini ada dalam Pasal 139 KUHAP. Dalam pasal tersebut mengatur bahwa; setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, maka dia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.

Menurut dia, penambahan kewenangan penyidikan bagi kejaksaan melalui asas dominus litis rentan menimbulkan kewenangan yang tumpang tindih antara kepolisian dan kejaksaan yang akan melahirkan kewenangan yang tidak seimbang di antara penegak hukum, termasuk jaksa, polisi dan kehakiman.

‘’Ada disharmoni dengan Frasa menerima kembali pada pasal tersebut. Artinya, setelah dilakukan perbaikan oleh penyidik dan Jaksa (P16) mereka menerima berkas lengkap. Karena penyidikan di kontrol Jaksa P.16. (Penyelidik berkas) selama proses penyidikan,’’ urai Risal.

Menurut dia, pasal tersebut juga terdapat frasa Penyidikan yang lengkap. Artinya menenuhi syarat dimajukan ke pengadilan. Sehingga tidak ada alasan tidak mengajukan penuntutan. Dengan kata lain tidak beralasan hukum memberi penerapan asas ini ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ditambahkan Risal, jika ada alasan tidak menuntut dari hasil proses penyidikan yang lengkap, walau terbukti dan berkas perkara lengkap, tetapi ada alasan tertentu (seperti ada perdamaian), tidak mengenai jiwa, tidak masuk tindak pidana Serius Crime, maka seharusnya diserahkan menjadi kewenangan hakim untuk menilainya dan memutuskannya. Tentang prosedurnya, bisa diatur dalam hukum acara (RUU). Bukan kewenangan Jaksa menghentikan penuntutan perkara yang sudah lengkap.

‘’Jikapun itu jadi kewenangan Hakim dan hakim setelah uji cepat 1 kali sidang mendengar Penyidik dan pemohon (jaksa atau Tersangka) kemudian hakimlah memutuskan,’’ tegas Risal.

Menurut Risal, jika asas dominus litis yang memberi kewenangan penuh kepada kejaksaan menentukan sendiri tanpa ada uji kesahihan alasan yang digunakan, tentu akan jadi tumpang tindih dengan kewenangan penyidik. Sebagai satu-satunya lembaga penyidik perkara tindak pidana umum dalam lapangan KUHP, dalam mempersiapkan kelengkapan berkas perkara dan menentukan penghentian penyidikan atau meneruskan ke lembaga penuntutan (Jaksa).

Bahkan menurut Risal, penerapan asas dominus litis sekalipun dengan putusan hakim, harus dengan persyaratan ketat. Misalnya ada perdamaian pihak korban dan pelaku tindak pidana. Atau ada jaminan pemulihan, jika itu kejahatan lingkungan.

Karena itu, Risal berpendapat perlu adanya pengkajian yang mendalam dan komprehensif mengenai revisi ini. Agar penerapannya tidak dilakukan dapat melahirkan keseimbangan kewenangan antara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.(has)

Komisi III DPR RI menargetkan KUHAP yang baru nantinya dapat berlaku bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada tanggal 1 Januari 2026.(has)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *