Andap Budhi Revianto: Hukum Progresif Sejiwa dan Sejalan dengan UUD 45
Seluruh kebijakan yang dijalankan Pemerintah Pusat dan Daerah harus berpijak dan berpayung hukum. Itulah salah satu penegasan Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto dalam orasinya ketika diangerahi gelar adat ‘’Kolakino Liwu Pancana’’ oleh lembaga Adat Buton Tengah. Penganugerahan gelar adat tersebut berlangsung di Kantor Lama Bupati Buton Tengah. Andap menyampaikan orasi budaya berjudul ’’Hukum Progresif Lahirkan Data Budaya Pancana untuk Kesejahteraan Sosial’’.
Selain sebagai Pj. Gubernur Sultra, saat ini Andap juga masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia. Dalam orasi budayanya dia ingatkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.
’’Sebab itu, hukum sesungguhnya bukan hanya seperangkat aturan dan penegakan yang terbatas pada penanganan kasus pidana dan perdata warga negara. Bahkan kebijakan pembangunan di segala bidang, mulai riset, perencanaan, pengganggaran, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasinya pun harus memiliki dasar hukum,’’ ujar Andap.
Perspektif hukum progresif yang ditawarkan Andap, setidaknya meliputi tiga postulat. Pertama, hukum bukan sebatas rangkaian norma dan logika hukum yang termuat dalam pasal dan ayat, hukum harus bersifat dan berwatak progresif. Kedua, hukum progresif merupakan hukum yang menitikberatkan berfungsinya hati nurani, terutama pada diri para pejabat publik dan penegak hukum.
Hati nurani di dalam cara pandang hukum progresif, bukan sesuatu yang utopis (mengawang-awang, tidak membumi). Bagi Andap hati nurani harus bisa diimplementasikan melalui empati, kejujuran dan kebenaran. Ketiga, dalam sistem ketatanegaraan suatu Negara Hukum, maka hati nurani hanya dapat dipraktekan dan berkekuatan hukum, apabila tercermin dalam muatan pasal dan ayat pada berbagai Peraturan Perundangan dari Pusat hingga Daerah.
’’Dalam perspektif hukum yang saya dalami, bahkan perubahan sosial, termasuk kesejahteraan sosial pun tidak akan terwujud tanpa hukum progresif. Saya berpendapat dan meyakini bahwa hukum progresif adalah hukum yang sejiwa dan sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,’’ tegas jenderal polisi bintang tiga ini.
Tiga esensi hukum progresif bagi Andap, yaitu pertama merupakan aturan positif negara yang sejatinya harus mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. hukum yang memenuhi rasa keadilan publik.
Kedua, hukum progresif adalah hukum yang membuka ruang bagi aspirasi dan partisipasi rakyat (dalam hal ini publik) di dalam pembangunan di segala bidang kehidupan, guna tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ketiga, implementasi hukum progresif membuka ruang bagi Pemerintahan yang berjalan berdasar data akurat, aktual dan relevan. ‘’Data tersebut hanya bisa diproduksi jika ada norma hukum atau peraturan perundangan progresif, yang memerintahkannya,’’ ujar mantan Kapolda Sultra ini.
Andap menceritakan bahwa berdasarkan pertimbangan atas pemahaman hukum progresif sebagai Pj. Gubernur, dia berjuang keras untuk lahirnya kebijakan hukum progresif, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 3 Tahun 2024 tentang Sistem Pemerintahan Daerah Sulawesi Tenggara Berbasis Data Presisi.
Perda tersebut diluncurkan ke publik pada acara Musrenbang Sultra 2024 (18/4) di Kendari. ’’Peraturan Daerah ini jadi landasan penting bagi lahirnya kebijakan pembangunan di segala bidang yang berpedoman pada data dasar yang akurat, aktual dan relevan. Dengan demikian, maka pembangunan pun menjadi lebih tepat sasaran, efektif, efisien dan transparan, serta mampu semakin meminimalisir penyimpangan anggaran negara,’’ ungkapnya.
Andap memaknai gelar adat dari Ketua Lembaga Adat dan Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah yang diterimanya sebagai bertambahnya tanggung jawab yang disematkan di pundak.
Dia berpendapat bahwa data budaya acapkali luput dari perhatian semua Instansi, padahal data budaya adalah aset serta potensi yang merupakan modal dan kekuatan ekonomi untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.
’’Hidup ini singkat. Saya tidak ingin sia-siakan amanah dari Ketua Lembaga Adat Beserta Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah. Karena itu, saya berikan dukungan penuh pada Pemkab Buton Tengah untuk segera menerbitkan aturan hukum, berupa Peraturan Bupati Tentang Sistem Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton Tengah Berbasis Data Presisii,’’ tegas Andap.
Pada orasinya Andap, selaku Pj. Gubernur Sultra telah menginstruksikan kepada jajaran Pemprov Sultra memberikan dukungan kebijakan anggaran, pendampingan dan sumber daya lainnya kepada Kabupaten Buton Tengah untuk segera menjalankan pendataan presisi di 67 Desa/10 Kelurahan. Ia memerintahkan agar melibatkan Perguruan Tinggi dan Masyarakat Adat agar pendataan mampu melahirkan data budaya berwujud (tangible) dan tak berwujud (intangible) Bumi Pancana pun akurat dan aktual.
Data budaya bukan hanya untuk inventarisir aset budaya. Andap menjelaskan, ’’Data budaya menjadi modal industri budaya yang berkarakter Indonesia. Data budaya Pancana yang kita perjuangkan adalah data yang bersifat dinamis. Data tersebut menggambarkan potensi ekonomi yang jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi kekuatan ekonomi.’’
Di akhir orasi budaya, Andap menyitir falsafah Buton, yaitu: Yinda-Yindamo Arataa Somanamo Karo (Harta Rela Dikorbankan Demi Keselamatan Diri), Yinda-Yindamo Karo Somanamo Lipu (Diri Rela Dikorbankan Demi Keselamatan Negeri), Yinda-Yindamo Lipu Somanamo Sara (Biarkan Negeri Hancur Asal Pemerintah/Adat Selamat), Yinda-Yindamo Sara Somanamo Agama (Biarkan Pemerintah/Adat Hancur Asal Agama Tetap Selamat).
Keempat falsafah tersebut merupakan implementasi dari Bhinci-Bhinciki Kuli (Apabila mencubit diri sendiri terasa sakit, maka jangan lakukan hal serupa kepada orang lain).(has)






